Demonstrasi Kudeta Militer Mesir ?

Pertanyaan sederhana kepada yang menyesalkan langkah kaum Muslim Mesir menentang kudeta berdarah Militer:

1. Benarkah demonstrasi damai dan tanpa senjata atau mogok massal adalah bentuk pemberontakan? Sebaiknya baca kembali kitab fiqh yang membahas tentang "khuruj."

2. Benarkah dengan kembali ke rumah, rakyat Mesir akan "lepas" dari sikap represif gang al-Sisi? Jangan lupa pidato al-Sisi, bahwa agenda sesungguhnya adalah "memberantas terorisme."

3. Apakah Gang al-Sisi sudah sah disebut sebagai pemerintah di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi seperti Mesir? Sehingga wajib taat/sabar dan penentangnya adalah pemberontak?


4. Setidaknya dua lembaga ulama dunia yang non-pemerintah mendukung gerakan rakyat Mesir. Bisakah itu dibandingkan dengan fatwa individu mufti-mufti tertentu?

5. Kelompok ulama salafi Mesir bersama komponen rakyat Mesir yang lain beberapa hari lewat telah mengambil langkah inisiatif rekonsiliasi. Tapi hasilnya: buntu. Itu sebabnya, rakyat Mesir semakin solid untuk menentang gerakan kudeta.

6. Apakah gang bersenjata al-Sisi semata sebagai sebuah kumpulan tentara? Tidakkah gang kudeta sesungguhnya merupakan aliansi sejumlah kekuatan lokal dan global dengan agenda perusakan Islam dan Mesir yang telah umum diketahui.

6. Dalam membahas soalan Mesir, tidakkah sebaiknya kita menghargai sikap Ahlul Halli wal Aqdi yang ada di Mesir? Bukankah mereka yang lebih paham kompleksitas persoalan krisis yang sedang terjadi?

7. Andaipun rakyat Mesir keliru ijtihad, dan Ikhwanul Muslimin (IM) cuma bagian kecil dari itu, inikah momentum yang tepat untuk mendiskreditkan perjuangan rakyat Mesir serta memasarkan kekeliruan tersebut kepada dunia?

8. Benarkah tindakan kelompok militer pendukung al-Sisi semata untuk menghabisi kelompok IM? Bukankah konsep "perang" telah memasuki generasinya yang ketiga?

9. Analisis politik, ekonomi, serta sikap masyarakat global menunjukkan semakin lemahnya posisi gang al-Sisi. Bukankah itu berarti bahwa gerakan separatis al-Sisi tidak lebih dari sebuah langkah kalap seorang jenderal?

10. Dalam mengkaji sebuah masalah politik, cukupkah dengan mengandalkan perspektif hukum semata? Atau perspektif dakwah semata? Bukankah jauh-jauh hari Ibnu Taimiyah mengingatkan untuk membedakan antara pendapat fuqaha dan ahlul khibrah?

(catatan rendah hati dari seorang yang baru dua semester belajar politik Islam, satu setengah kali membaca kitab 'Siyasah Syar'iyah' Ibnu Taimiyah lewat dua syekh, dan sedang menyusun disertasi tentang politik Islam pasca Arab Spring)

Oleh : Ilham Jaya, Lc., MA.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © ZONA 554